Inovasi Teknologi Pertanian – Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dalam perekonomian nasional.
Hal ini disebabkan mayoritas penduduk Indonesia (30%) bekerja di sektor pertanian, mulai dari subsektor pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, dan perkebunan (data BPS 2018).
Oleh karenanya sebagai salah satu sektor utama (leading sector), sangat penting sekali memperhatikan, dan menjaga kinerja sektor ini, supaya sektor pertanian tetap dapat memberi dan meningkatkan kesejahteraan para petani dan para pelaku bisnisnya.
Namun pada kenyataannya, hari ini menunjukkan pertanian Indonesia mulai mengalami penurunan dari berbagai segi antara lain dari segi luasan lahan, tenaga kerja pertanian dan minat generasi muda yang enggan jadi petani.
Untuk mengatasi masalah di atas, dibutuhkan upaya agar sektor pertanian tetap berjaya, salah satunya dengan penerapan inovasi teknologi di sektor pertanian.
Mengapa inovasi berupa teknologi modern begitu penting diterapkan di sektor pertanian?
Tentu saja untuk mengatasi masalah-masalah penyebab penurunan sektor pertanian, seperti yang sudah disebut di paragraf atas.
Nah sobat belajartani.com, sebelumnya mari kita ulas terlebih dahulu masalah-masalah penurunan sektor pertanian yang ada di Indonesia dan penyebabnya berikut ini.
#a. Penurunan dari segi luasan lahan
Memang benar bahwa luas lahan pertanian Indonesia semakin berkurang karena pembangunan industri, perumahan dan infrastruktur lainnya.
Hal tersebut bisa disebabkan karena keuntungan dalam mengerjakan lahan sangat kecil sehingga petani memutuskan “gantung cangkul” dan memilih bekerja sebagai buruh pabrik.
Sementara tanah berupa sawah yang mereka miliki, mereka jual kepada pengembang property atau developer atau kontraktor.
Seandainya dari usaha tani saja mereka dapat untung sehingga dapat hidup layak sudah barang tentu mereka tidak akan menjual sawah yang mereka punya, ya nggak?
Kecilnya keuntungan yang diperoleh petani bisa jadi karena biaya dalam mengerjakan lahan tersebut tinggi.
Karena pada umumnya memang petani masih mengandalkan tenaga kerja manusia. Sehingga biayanya masih tinggi.
Fakta lain, petani Indonesia umumnya lahannya sempit. Berdasarkan hasil survei pertanian tahun 2013, rata-tata petani di Indonesia mempunyai lahan hanya sekitar 0,3 hektar.
Bandingkan dengan petani di Thailand yang rata-rata lahannya 3 hektar, atau petani di Amerika Serikat yang memiliki rata-rata luasan lahan sekitar 200 hektar (duh ngeri juga ya…!).
Makanya dengan luas area yang bisa dibilang sempit itu petani perlu memilih komoditas pertanian yang memiliki nilai jual tinggi, misalnya dengan menanam melon premium, ataupun sayur organic dengan teknologi hidroponik.
#b. Penurunan dari segi ketersediaan tenaga kerja pertanian
Ini akan anda temui di mana-mana. Tenaga kerja atau buruh sector pertanian saat ini sulit didapat. Misalnya tenaga kerja untuk olah tanah, untuk perawatan semakin susah ditemukan.
Banyak factor kenapa tenaga kerja pertanian makin susah diperoleh, salah satunya nilai upahnya masih kalah jauh dibandingkan jika mereka menjadi tenaga kerja proyek/bangunan, atau bila dibandingkan dengan upah bekerja di pabrik.
Sama-sama lelah, sama-sama jam kerjanya, sama-sama mengandalkan tenaga fisik, namun hasil upah yang diperoleh jauh besar.
Misalnya saja di Jawa Timur, jika upah tenaga pertanian berkisar 60-70 ribu perhari, maka upah tenaga kerja proyek/bangunan sudah di atas 100 ribu perharinya.
Situasi dan kondisi tersebut tentu berdampak pada petani atau pelaku usaha agribisnis yang menggunakan jasa tenaga kerja dari luar dirinya atau keluarga.
Sudah sulit didapat, makin mahal pula upahnya. Kondisinya mirip dengan pupuk kimia yang langka. Sudah mahal carinya juga susah. Hiks
#c. Penurunan dari segi minat generasi muda yang enggan jadi petani
Siapa yang cita-citanya ingin jadi petani? Meski anda petani, apakah anda menginginkan anak anda jadi petani mewarisi jejak langkah anda?
Tent saja sangat jarang orang tua petani yang ingin anaknya jadi petani. Bukannya tidak ada, tapi jarang sekali.
Begitu pula dari sisi generasi muda atau millenial melihat bidang pertanian. Millenial melihat sector pertanian sebagai sector yang kurang asyik, image kotor panas, kumuh dan miskin masih identic dengan sector pertanian di Indonesia.
Oleh karenanya generasi muda banyak yang enggan terjun di sector pertanian, dan memilih belajar dan berkarir di sector lain seperti perbankan, industry dan lain-lain.
Itulah kenapa jumlah petani di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun, karena regenerasi petani tidak berjalan dengan baik.
Baca juga : 6 Faktor Penyebab Banyak Petani Beralih Profesi
Lalu bagaimana solusi menghadapi masalah dan tantangan di atas?
Penggunaan inovasi teknologi alat dan mesin pertanian modern sebagai solusi
Solusinya adalah petani perlu menggunakan inovasi teknologi (alat dan mesin) agar usahatani mereka jauh lebih efektif dan efisien.
Caranya dengan mekanisasi yakni mengerjakan lahan dengan alsintan, misalnya bajak dengan tractor/rotavator, tanam dengan mesin transplanter, panen dengan mesin combine harvester, irigasi dengan perangkat irigasi otomatis.
Selain teknologi tersebut, bisa dilengkapi penggunaan teknologi sensor, AI, drone, atau IoT yang membantu petani mendapatkan info di lahan/sawah mereka, sehingga meski petani tidak datang ke sawah dia bisa tau kondisi sawah mereka.
Sehingga petani bisa mengerjakan pekerjaan/bisnis lain yang tak kalah produktif, misalnya membuat produk olahan, produk pupuk organik, atau pun produk kerajinan tangan, sehingga petani mendapatkan penghasilan ganda.
Penggunaan teknologi alat dan mesin pertanian modern di negara maju sudah diterapkan jauh lebih dulu dibanding di Indonesia
Kalau anda lihat pertanian di negara maju pasti anda akan dibuat terkagum-kagum. Terlebih anda melihat dari kaca mata teknologi pertaniannya.
Bahkan banyak yang menilai bahwa pertanian Indonesia tertinggal 50-100 tahun dari Eropa ataupun Amerika Serikat.
Baca juga : Mengenal Teknologi-teknologi Canggih Di Era Pertanian 4.0
Di negara yang pertaniannya maju, kesan pertanian itu kurang bergengsi sama sekali hilang. Yang ada pertanian itu keren, asyik dan menjanjikan !
Nah biar di Indonesia bisa begitu, maka perlu penggunaan teknologi pertanian yang modern misal penggunaan alat dan mesin pertanian yang canggih/mutakhir.
Dengan penggunaan teknologi alsintan modern (full mekanisasi), diharapkan akan banyak generasi muda yang tertarik terjun di bidang pertanian.
Walaupun ke depan lahan pertanian semakin berkurang, atau lahan yang dimiliki rata-rata petani di Indonesia itu sempit, teknologi pertanian modern akan membantu usahatani jauh lebih efektif (produktivitas bisa ditingkatkan) dan efisien (biaya jadi rendah).
Dengan areal yang sempit tadi petani bisa menggunakan berbagai pilihan teknologi petanian modern mulai dari pra tanam hingga panen.
Antara lain misal penggunaan benih unggul agar produktivitas meningkat, penggunaan rumah kaca untuk meminimalisir kegagalan, penggunaan system fertigasi agar kegiatan pengairan dan pemupukan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Untuk pengendalian hama dalam greenhouse, bisa menggunakan yellow trap yang dipasang di banyak tempaat di berbagai sudut greenhouse misalnya di depan pintu, di sekeliling dinding greenhouse dan di sela-sela tanaman.
Atau pun penggunaan teknologi artificial intellegence, sebuah teknologi yang (mungkin) baru akan viral di tahun-tahun mendatang, untuk pengendalian hama penyakit yang lebih antisipatif.
Dengan penggunaan berbagai teknologi pertanian modern di atas, maka pertanian kita bisa dianggap telah berhasil mengembangkan inovasi pertanian yang berbasis teknologi, bukan berbasis lahan lagi.
Artinya dalam menjalankan usaha pertanian secara komersial dan profesional, petani sebagai pelaku agribisnis tidak perlu mengandalkan lahan yang luas untuk mendapatkan potensi keuntungan yang tinggi.
Bahkan di masa depan pertanian (mungkin) tidak akan lagi mengandalkan lahan berupa tanah subur, dengan perkembangan teknologi, kegiatan pertanian akan bisa dilakukan di manapun (misal di gurun, di perkotaan), dan kapan pun (tidak tergantung musim terbaik lagi).
Hal semacam itu sebenarnya sudah banyak contohnya dan sudah pernah kita bahas secara detail antara lain misalnya :
- di Australia ada Sundrop Farms (Canggih ! Di Sundrop Farms Australia Tanam Sayur Pakai Air Laut (Sea Water)
- di Amerika serikat ada Aerofarms (Inilah Aerofarms Perusahaan Pertanian Vertikal Terbesar di Dunia)
- di Mesir ada Bustan Aquaponic (Pakai Aquaponik, Gurun Di Mesir Jadi Sentra Produksi Sayur dan Ikan)
- di Jepang ada pertanian dalam gedung, dan pertanian dengan media film (Inilah Pertanian Dalam Gedung di Jepang, Tanam Padi pun Dalam Gedung)
- di gurun Arab Saudi dan Amerika Serikat menanam dengan teknologi irigasi poros tengah (Dengan Teknologi Irigasi Poros Tengah, Gurun Disulap Jadi Produktif)
- di dalam negeri ada Laguna Farms di Kudus Jawa Tengah (Dengan Teknologi Pertanian Modern Petani Muda di Kudus Ini Produksi Melon Premium)
- dan di berbagai belahan dunia lain yang masih belum kita ulas.
Penutup
Dari pembahasan di atas, penerapan teknologi mesin dan alat pertanian modern tidak hanya penting untuk pertanian Indonesia, namun sangat mendesak.
Penurunan luas lahan, penurunan tenaga kerja pertanian, dan penurunan jumlah petani akan menjadi masalah besar di beberapa tahun mendatang jika tidak segera di respon mulai saat ini.
Thailand yang luasan lahan rata-rata petani mereka saja 10 kali dari petani Indonesia, dan dan Amerika serikat yang memiliki luasan lahan rata-rata 600 kali petani Indonesia saja menerapkan teknologi pertanian modern, masak Indonesia nggak ?
Gimana menurut anda sobat belajartani.com ?