Kebijakan Pertanian – Hallo sobat BT, kalau anda mengikuti berbagai group komunitas atau forum petani, tentu anda akan memahami gambaran bagaimana kondisi petani saat ini, sekalipun anda tak turun langsung ke lapangan.
Ya kebanyakan kondisi petani saat ini sangat memprihatinkan, hidup dibawah standar kelayakan karena sebagai profesi, petani sangat tidak mendapatkan perlindungan terhadap hasil kerjanya (panennya).
Sebagai sebuah profesi, petani dianggap sangatlah tidak prospektif, sehingga jumlahnya menurun. Salah satunya dikarenakan banyak petani yang berpindah profesi.
Menjadi petani dianggap tidak mempunyai kebanggaan, karena meskipun sudah menjadi penyedia pangan banyak orang, namun penghargaan yang diterimanya tidak seberapa (keuntungan yang kecil).
Berbeda jauh dengan kondisi petani di Eropa, Amerika atau Jepang misalnya, menjadi petani disana menjadi sebuah kebanggaan.
Walaupun harus berkotor-kotor dan berpanas-panasan, namun hasil yang diperoleh petani di sana sangatlah cukup untuk hidup keluarga mereka.
Lihatlah artikel berikut ini bagaimana kondisi pertanian di jepang >> [Fakta] Potret Kemajuan Pertanian Di Jepang. Coba bedakan dengan di kita.
Nah dari sana sebetulnya dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya kelemahan dari petani kita bukan sepenuhnya karena faktor produksi atau teknik budidaya, buktinya di Indonesia produktivitas padinya jauh lebih tinggi dibanding Jepang.
Bedanya adalah tingkat kesejahteraanya. Jika menggunakan pendekatan pendapatan sebagai parameter tingkat kesejahteraan petani, maka petani Indonesia masih kalah jauh dengan Jepang.
Kembali ke judul, apa kebijakan pertanian agar petani sejahtera ?
Tak dipungkiri juga bahwa ada sebagian petani menjadi petani karena faktor “terpaksa”. Misalnya terpaksa melanjutkan pekerjaan orangtuanya yang dulu juga tani.
Tak dipungkiri juga bahwa ada sebagian petani menjadi petani karena faktor “terpaksa”. Misalnya terpaksa melanjutkan pekerjaan orangtuanya yang dulu juga tani.
Terpaksa karena sudah terlanjur cinta dengan alam. Terpaksa karena hidup di pedesaan dan punya sawah luas. Atau terpaksa karena menjadi menantu petani..hehehe.
Mungkin itulah yang jadi faktor mengapa sebagian mereka masih setia jadi petani. Tak pensiun tani seperti kawannya yang lain, karena mereka percaya bahwa masalah mereka hanya sementara dan selesai jika ada perubahan kebijakan.
Mereka berharap banyak pada menteri pertanian dan presiden agar punya perhatian besar pada sektor pertanian.
Siapapun yang menjabat jadi menteri presiden atau siapapun orangnya dari parpol apapun petani tidak masalah, yang penting mereka peduli dengan nasib petani dan mampu memperjuangkan nasib mereka menjadi lebih baik.
Memperjuangkan nasib petani tentu dengan berbagai aturan dan kebijakan Pertanian yang memihak petani, yang dibuat dan dikawal dengan baik serta dievaluasi dengan sungguh-sungguh.
Kebijakan pemerintah pusat kalau dipikir pasti baik semua. Namun bisa jadi karena pengawasan dan kontrol yang kurang baik sehingga seringkali terjadi penyelewengan program saat sampai ke tingkat bawah.
Beberapa kebijakan pertanian (agar petani sejahtera) yang perlu dilakukan pemerintah secara terpadu atau terintegrasi antara lain kebijakan jadwal tanam, zonasi tanaman, dan bantuan/subsidi biaya garap, saprodi atau alsintan, bantuan insentif, kebijakan jaminan harga dan lain-lain.
Pemerintah tentu punya program untuk mencapai target produksi pangan dalam negeri. Pemerintah mempunyai mitra petani untuk mencapai itu.
Berapa juta ton target beras yang diinginkan, misalnya ? Setelah target produksi dibuat dan dikunci, pemerintah lalu menyusun rencana tanam dan lokasi tanamnya.
Bahkan jika harus, pemerintah membuat zonasi wilayah masing-masing komoditas. Agar nantinya penanaman komoditas dilakukan berdasarkan rencana tanam. Jadi tidak serta merta petani bebas menanam komoditas apapun semau mereka.
Buat rencana tanamnya selama satu tahun penuh. Untuk mengantisipasi kenaikan target pemerintah tentu perlu mengembangkan area baru, walaupun area tersebut bukan lokasi ideal (food estate). Ya sambil mengerjakan program juga melakukan riset.
Kuncinya ada di petani sebagai mitra pemerintah. Pemerintah bisa menerapkan kebijakan berbagai subsidi dan bantuan agar target tadi tercapai. Siapkan penyuluh pendamping untuk mensupport mengawal untuk mengurangi tingkat kegagalan di lapangan.
Support semua yang dibutuhkan petani, pupuk, bibit jangan sampai petani telat. Jadikan aturan agar petani mitra pemerintah wajib merawat tanaman dengan baik.
Pemerintah wajib support dan kawal karena jika tidak maka petani bisa gagal. Jika petani gagal maka program pemerintah juga ikut gagal.
Setelah masa panen tinggal dievaluasi, petani yang menjalankan SOP dan tembus target diberi insentif atau penghargaan.
Bagi yang sesuai SOP tapi gagal karena faktor non teknis perlu diberikan motivasi. Untuk yang tidak sesuai SOP, coret dari kemitraan.
Pemerintah bisa menggunakan instrumen perusahaan BUMN Pertanian untuk melalukan pembelian terhadap hasil panen petani. Tentunya dengan harga tetap/kontrak (bukan dengan mekanisme pasar).
Dengan pembatasan tanam, dan sesuai dengan kebutuhan pasar maka harga akan menjadi stabil karena mencegah berlebihnya pasokan barang yang melimpah. Ya negara atau pemerintah bisa hadir dengan cara itu.
Bagaimana nasib petani yang tidak mendapatkan program tanam dari pemerintah ?
Ada beberapa opsi yaitu pemerintah bisa mengarahkan agar bermitra dengan swasta (perusahaan makanan minuman), tentunya dengan harga tetap.
Di luar petani yang bermitra dengan pemerintah dan swasta, bisa juga mendorong petani tersebut agar menanam komdoditas yang selama ini masih impor padahal sebenarnya masih bisa dikembangkan seperti kedelai, bawang putih dan lain-lain. (Baca juga : 8 Komoditas Pertanian yang Mustinya Tak Perlu Impor).
Di luar itu bagaimana ?
Misal petani yang menanam di urban farming skala rumah tangga misalnya. Untuk skala rumah tangga tentu saja diperbolehkan. (Baca juga : Urban Farming : Siapapun Dimanapun Bisa Jadi Petani)
Dengan sistem tersebut saya pikir produksi akan stabil, tidak seperti sekarang saat panen raya harga bisa hancur, sedangkan saat musim lagi jelek, pasokan menurun harga bisa sangat mahal.
Kesimpulan
Nah sobat BT, sistem itulah yang saat ini dilakukan oleh negara eksportir komoditas pertanian seperti Thailand atau Vietnam. Mereka punya zona tanam khusus untuk mengunci target produksi dan agar harga tetap stabil.
Baca juga : [10 Fakta Pertanian Thailand] Kenapa Pertanian Thailand Lebih Maju ?
Target produksi tak hanya untuk pasar domestik namun juga untuk pasar ekspor. Tak jarang digunakan oleh negara produsen pangan tersebut sebagai instrumen politik dumping atau perang dagang, dengan cara dijual di luar negeri dengan harga murah.
Baca juga : Kenapa sih Buah Impor Murah? Ini Dia Jawabannya
Oiya, bagi mitra pemerintah yang tanam di luar musim (off season), misal untuk hortikultura yang tanam di musim hujan, kan rawan gagal. Maka pemerintah bisa memberikan bantuan lebih, sebagai imbalan atas keberaniannya menanam di musim hujan.
Bantuan bisa dalam bentuk rumah kaca (greenhouse). Teknisnya seperti apa bisa diatur yang penting tidak membenani petani. Petani tentu akan dengan senang hati menerima tawaran tersebut.
Selama ini kan jarang target nasional bisa dicapai, oleh karenanya swasembada pangan sampai saat ini masih menjadi sebuah ilusi. Alih-alih sembada, justru jadi negara pengimpor.
Baca juga : 3 Alasan Kenapa Indonesia Tak Pantas Impor Beras
Banyak petani yang akhirnya berhenti tanam komoditas tertentu karena kalah bersaing dengan produk impor yang jauh lebih murah. Seandainya ada subsidi dari pemerintah mungkin tak terlalu berat bagi petani.
Bagaimana menurut anda sobat ?