Pemilu Usai, Saatnya Rekonsiliasi Nasional

Pemilu Usai, Saatnya Rekonsiliasi Nasional – Halloo sobat BT, beberapa hari yang lalu negara kita baru saja selesai dan sukses melaksanakan agenda besar 5 tahunan yaitu pemilu 2019. Suasana panas dan ramai selalu mewarnai sejak jauh hari menjelang pelaksaanan pemilu.

Saking antusiasnya, pasca pemiu pun sama suasana masih sama saja. Media sosial masih dipenuhi dengan suasana perang antar kubu. Perang cebong dan kampret yang semestinya bisa diakhiri dengan berakhirnya pemilu, nyatanya kian membesar dan berpeluang memecah persatuan bangsa.

Di saat hasil resmi belum diumumkan, bisa kita lihat  ada kubu yang sudah mengklaim kemenangan dan menuduh pihak lain melakukan kecurangan. Saya pikir tindakan yang kurang tepat mengingat, ada pihak KPU yang menjadi juri antara keduanya.

Siap menang siap kalah

Banyak yang bilang pemilu ini hanya permainan “Its just the game”, ya pemilu yang identik dengan perebutan kekuasaan ini mirip dengan film serial game of throne.

Dalam permainan tentu ada yang menang dan juga ada yang kalah. Dan dalam permainan, menang dan kalah adalah hal biasa.

Setiap orang dalam fase kehidupannya tentu pernah jadi seorang pemenang atau pernah juga menjadi pihak yang kalah. Yang kemarin menang bisa jadi hari ini ia jadi pihak yang kalah atau sebaliknya.

Rekomendasi :  Berumur Hampir 1000 Tahun, Fakta Subak Bali Bukan Sekedar Sistem Irigasi

Nah, kalo hari ini kalah, slow aja. Sapa tau kesempatan berikutnya giliran jadi pemenang. Jadi perlu disiapkan sikap mental “siap menang ya musti siap kalah”.

Dilema pemilu di kalangan petani

Perhelatan pemilu baik itu pileg dan pilpres melibatkan banyak kalangan. Hampir semua orang membahas soal pemilu. Apapun profesinya, pegawai, pedagang termasuk petani saling mengunggulkan jagoannya.

Di tempat kerja, di warung, di rumah dan tak kalah seru di medsos. Perang antar kubu di medsos tak kalah panas. Hampir terjadi setiap hari dan setiap hari. Lihatlah di group-group komunitas petani di FESBUK maupun WA, hampir tiap hari selalu ramai.

Tak seperti saat jauh-jauh hari menjelang hari pemilihan, mendekati hari pemilihan suasana makin panas. Sementara sampai pemilu selesai situasi juga masih tak kunjung reda, group-group petani masih saja diramaikan dengan bahasan politik. Diskusi-diskusi persoalan hama penyakit, budidaya tanaman seolah dikesampingkan.

Terutama setelah ditemukan beberapa kasus kecurangan yang dilakukan masing-masing kubu. Sontak saja situasi kembali memanas, memicu perdebatan sengit, dimana satu kubu menjelekkan, menghujat menjatuhkan dan berusaha membunuh karakter lawan.

Akhirnya kita saksikan di group tersebut, kelompok petani yang berubah jadi cebong dan kampret yang saling bermusuhan. Padahal dulunya tidak ada masalah, saling ada tanya jawab soal pertanian. Gara-gara pemilu kini jadi bermusuhan. Miris kan ya…!

Rekomendasi :  Pertanian Pun Tak Lepas Dari Praktek Sihir dan Perdukunan

Kembali ke rutinitas

Pemiu sudah selesai..! waktunya kembali ke rutinitas. Mari lebih bijak lagi menggunakan sosial media. Hindari perdebatan soal politik. Soal hasil akhir pemilu lebih baik serahkan saja pada KPU dan pihak terkait.

Petani, memang sebaiknya aktif menggunakan hak pilihnya, namun sebaiknya menghindari perdebatan yang memicu panasnya situasi dan timbulnya permusuhan.

Mari jadikan perbedaan itu rahmat, mari ciptakan situasi yang sejuk di manapun kita berada. Mari kita jadikan sosial media atau group komunitas petani, menjadi sumber pengetahuan dan sarana berbagi ilmu.

Saatnya rekonsiliasi nasional

Pemilu selalu memunculkan pihak menang dan kalah, pihak yang merasa dicurangi dan bahkan menaruh dendam politik untuk waktu yang sangat lama. Munculnya kelompok yang saling bermusuhan dan berpecah adalah dampak pemilu yang sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI.

Maka dari itu kini saatnya lah rekonsiliasi nasional. Pernah dengar istilah ini? Rekonsiliasi nasional berarti upaya pemulihan situasi yang awalnya bermusuhan menjadi damai atau ishlah.

Mulai saat ini tahan untuk berbicara ngotot soal pemilu. Biarkan orang lain dengan pilihannya. Biarkan orang lain dengan pendapatnya. Selagi itu hak mereka. Jika curang, ya laporkan saja. Simpel bangets.

Ingat pada tujuan awal pemilu yaitu memilih pemimpin yang terbaik bagi bangsa dan negara, bukan menciptakan permusuhan abadi antar anak bangsa. Karena apapun alasannya, permusuhan akan melemahkan kekuatan bangsa dan negara.

Rekomendasi :  Why Agriculture Can’t Be Separated from Indonesian People

Harapan : pilpres dan pileg dipisah

Berawal dari berbagai kasus yang muncul pasca pemilu, seperti munculnya kelompok di masyarakat yang berseteru, bermusuhan dan sifatnya destruktif, ditambah lagi adanya sengketa dan gugatan hasil pemilu, ada sebuah harapan agar sistem pemilu di revisi.

Sebagai petani dan bagian dari masyarakat yang mengalami begitu peliknya perdebatan di masyarakat terkait pemilihan umum khususnya presiden, saya berpendapat bahwa sebaiknya pilpres dan pileg dipisah.

Pilpres yang dampak kegaduhannya begitu besar saya pikir tidak perlu dipilih secara langsung oleh rakyat. Mengingat potensi celah dan masalah yang ditimbulkan. Selain biaya yang begitu besar, sebaiknya pilpres diserahkan kepada para anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD.

Lantas apakah ini akan membatasi hak asasi warga negara dalam memilih pemimpinya? Saya pikir tidak. Pemilihan presiden langsung justru lebih besar dampak negatifnya.

Dengan modal biaya tim sukses dan kampanye yang sangat besar akan berpotensi ditunggangi para cuk0ng, kongl0 hit4m dan penumpang gel4p.

Ini masih lebih baik karena sampai saat ini masih ada negara di belahan dunia lain tidak bisa memilih pemimpinya karena faktor “darah biru/darah ningrat”.

Sudah siapkah untuk rekonsiliasi nasional??

Share, jika konten ini bermanfaat !

Artikel Terkait

About the Author: Insan Cita

Insan Cita, founder & owner BelajarTani.com - Alumnus FP - Bekerja di agriculture corp - Hobi ngeblog & berkebun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *