Tata Niaga Jagung Di Indonesia – Apa sih tata niaga itu? Sering kita dengar kan istilah tersebut? Menurut KKBI, tata niaga adalah sistem perdagangan komoditas tertentu. Jadi tata niaga per-jagungan berarti sistem perdagangan komoditas jagung.
Agar perdagangan berjalan dengan baik, tata niaga itu harus diatur, apapun komoditasnya. Tata niaga pertanian (pertanian dalam arti luas) di Indonesia diatur oleh Menteri Perdagangan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).
Melalui Permendag No. 58 tahun 2018 ada 8 komoditas pertanian yang diatur sistem perdagangannya antara lain jagung, kedelai, gula, minyak goreng, bawang merah, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Sebagaimana judul artikel kali ini, kita akan membahas secara spesifik tata niaga per-jagung-an yang ada Indonesia. Bagaimana sih sistem dan mekanisme perdagangan komoditas jagung selama ini?
Sebelum melangkah kesana, perlu kita ketahui bahwa sebagai salah satu tanaman pangan utama di Indonesia (baik untuk pangan maupun pakan), jagung berdasarkan fungsinya itu dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu ;
- Jagung untuk industri tepung (bahan pembuatan tepung maizena).
- Jagung untuk konsumsi rumah tangga (jenis jagung manis).
- Jagung untuk industri pakan ternak (jenis jagung atos), dibutuhkan jagung 20 juta ton per tahun untuk pakan ternak.
Dalam rantai perdagangan jagung, ada beberapa pihak yang terlibat di dalamnya, mulai dari petani, pengusaha pakan ternak, peternak dan pemerintah, yang kesemuanya itu memiliki kepentingan masing-masing.
Dan oleh karena kepentingan masing-masing pihak tersebut (conflict of interest), timbullah berbagai masalah. Gambaran masalahnya seperti dibawah ini.
#Petani jagung
Petani jagung inginnya saat panen jagung mereka dibeli atau terserap pasar dengan harga yang layak sehingga petani jagung mendapatkan keuntungan dan bisa sejahtera kehidupannya. Petani sangat terganggu dengan keberadaan jagung impor, khususnya yang masuk ke dalam negeri saat panen raya.
#Pengusaha pakan ternak
Pengusaha pakan ternak inginnya stok jagung stabil, agar produksi pakan ternak berjalan lancar. Pengusaha pakan ternak butuh kepastian stok jagung di dalam negeri, apakah tersedia dan cukup. Karena kalau stok sedikit berakibat ke naiknya harga pakan.
#Peternak ayam
Inginnya harga pakan ternak stabil dan tidak naik secara signifikan agar biaya produksi daging atau telur tidak melonjak, sehingga harganya juga tidak naik. Kalau tidak naik, maka daya beli konsumen akhir yaitu masyarakat pun tetap stabil.
#Pemerintah
Secara umum pemerintah bertanggung jawab menjamin ketersediaan stok, stabilitas dan kepastian/jaminan harga jagung. Secara khusus pemerintah berkepentingan agar bisa mencapai swasembada jagung nasional, tidak sampai impor, sehingga petani dalam negeri sejahtera semua, dan pihak yang terlibat dalam rantai perdagangan jagung itu bisa mendapatkan keuntungan yang wajar.
Nah oleh karenanya, pemerintah melalui Permendag, menetapkan suatu kebijakan yang mengatur komoditas jagung dan 7 komoditas lainnya yaitu dengan memberlakukan Harga Acuan Pembelian di petani dan Harga Acuan Penjualan di konsumen.
Keterangan
Harga Acuan Pembelian di Petani : adalah harga pembelian di tingkat petani yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) dengan mempertimbangkan struktur biaya yang wajar mencakup antara lain biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan, dan/atau biaya lain.
Harga Acuan Penjualan di Konsumen : adalah harga penjualan di tingkat konsumen yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) dengan mempertimbangkan struktur biaya yang wajar mencakup antara lain biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan, dan/atau biaya lain.
Kadar Air Jagung | Harga Acuan Pembelian di Petani (Rp/kg) | Harga Acuan Penjualan di Konsumen (Rp/kg) |
15% | 3.150 | 4.000 |
20% | 3.050 | – |
25% | 2.850 | – |
30% | 2.750 | – |
35% | 2.500 | – |
BULOG atau BUMN lain dalam melakukan jual beli jagung harus mengacu pada Harga Acuan Pembelian dan Harga Acuan Penjualan di atas.
Jadi misalnya, harga jagung (kering kadar 15%) di pasaran adalah dibawah 2500, maka BULOG tetap membelinya dengan harga acuan pembelian yaitu dengan harga 3150/kg.
Misalnya harga jagung di pasaran sedang tinggi, misal 3500/kg, maka jagung petani tetap bisa terserap dengan harga tersebut. Petani juga bebas menjualnya sendiri, ke pedagang, ke BULOG ataupun ke swasta (pabrik pakan ternak).
Dengan tata niaga seperti di atas, akan sangat menguntungkan petani jagung karena petani jagung mendapatkan jaminan pasar dan harga serta keuntungan yang layak.
Dari sudut pandang pengusaha pakan ternak, pola di atas sebenarnya sudah OK, apalagi saat kondisi musim panen dimana stok jagung tersedia. Namun hal tersebut akan menjadi masalah saat stok jagung di pasaran menurun atau menipis.
Opsinya pengusaha pakan ternak, akan membeli dari BULOG, yang diharapkan memiliki persediaan stok di saat musim panen sudah selesai.
Jadi peran BULOG sangat penting, dalam mencegah kelangkaan jagung sepanjang tahun. Bahkan jika persediaan jagung di gudang-gudang BULOG sedang tidak aman, maka pemerintah menugaskan BULOG untuk melakukan impor jagung.
Baca juga : Fenomena Alam dan Tata Niaga Pertanian, 2 Faktor Utama Penyebab Kenaikan Harga Komoditas Pertanian
Nah sobat BT, demikianlah uraian tentang tata niaga per-jagungan yang ada di indonesia yang berlaku saat ini. Bagaimana pendapat anda dengan sistem tersebut??
Apakah Harga Acuan Pembelian jagung di atas masih efektif dan menguntungkan petani atau justru perlu direvisi/dinaikkan, mengingat adanya inflasi tahunan?