Penyakit Bulai Pada Jagung – Bulai, atau bule, siapa coba yang tidak tahu penyakit yang satu ini? Penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur Peronosclerospora maydis ini menjadi begitu dikenal bak artis di dunia perjagungan.
Bule (Downy mildew nya jagung) dikenal sebagai momok yang begitu menakutkan. Petani jagung mana yang gak pernah dibuat pusing tujuh kelliling oleh penyakit ini. Ini karena dampak bulai, petani terpaksa membongkar tanamannya sebelum panen. Serem juga kan?
Nah, hasil survey membuktikan bahwa kebanyakan petani hanya sekedar tahu bahwa penyakit ini begitu berbahaya namun tak banyak yang tahu hakikat serta cara pengendaliannya.
Di bawah ini saya akan menyajikan dialog berisi pertanyaan dan jawaban yang mengulas seputar penyakit bulai pda jagung. Harapan saya, anda bisa mengenal lebih dekat dengan penyakit bulai/bule. hehehe..Ok guys, check this out.. 😀
Apa sih penyebab bulai?
Infeksi Jamur Peronosclerospora maydis.
Kenapa disebut bulai?
Sebutan ini mengacu pada perubahan warna daun jagung dari hijau menjadi putih sebagai dampak serangan jamur Peronosclerospora maydis. Istilah “bule” ini diadopsi dari istilah turis asing yang berkulit putih.
Kapan waktu serangan penyakit bulai?
Tanaman jagung rentan serangan bulai saat berumur antara 0-5 minggu. Biasanya jamur Peronosclerospora maydis berkembang pesat saat peralihan musim yaitu dari musim hujan ke kemarau atau sebaliknya.
Tanaman cenderung aman dari bulai jika saat berumur lebih dari 5 minggu tanaman terlihat normal dan tentunya tidak berada di masa peralihan musim saat usianya kurang dari 5 minggu.
Bagaimana gejala serangan bulai?
Serangan penyakit bulai akan menimbulkan gejala-gejala yang berbeda menurut umur tanaman, yaitu:
#1. Umur 0-3 minggu, gejalanya yaitu semua daun tanaman menguning, meruncing dan kaku. Fase ini adalah fase yang paling rentan dan membahayakan bagi tanaman jagung. Karena jika tanaman terserang, maka tidak dapat diharapkan lagi karena tanaman akan mati.
#2. Umur 3-5 minggu, gejalanya daun yang baru membuka menguning, pertumbuhan lambat, tongkol hanya berbiji sedikit dan terkadang tongkol yang terbentuk tidak normal. Walaupun tanaman tidak mati tapi tingkat kehilangan hasilnya menurun hingga 50%.
#3. Umur >5 minggu (fase generatif), gejalanya daun mengalami klorosis. Tanaman yang terserang saat fase ini cenderung aman dan tidak membahayakan tapi dapat menurunkan hasil panen hingga 30%.
Bagaimana cara perkembangan dan penyebarannya?
Perkembangan jamur bulai sangat cepat pada keadaan lembab, curah hujan tinggi, pemupukan N yang tinggi, dan sifat tanah yang liat (berat).
Perkembangan dan penyebarannya dimulai dengan infeksi konidia (spora jamur) yang jatuh dan tumbuh di permukaan daun jagung.
Konidia tersebut akan berkembang dan masuk ke dalam jaringan tanaman muda melalui stomata, selanjutnya terjadi lesion (luka) lokal dan berkembang sampai ke titik tumbuh, menyebabkan infeksi sistemik sehingga terbentuk gejala bulai.
Jamur ini bisa dilihat cukup jelas pada pagi hari antara jam 03.00 – 04.00, di mana di bawah daun yang terinfeksi akan terlihat spora jamur berbentuk butiran bewarna putih.
Penyebarannya sangat cepat karena dibantu angin. Dengan bantuan angin penyebarannya bisa mencapai 5-10 km sedangkan tanpa angin penyebaran spora jamur Peronosclerospora maydis kira-kira menyebar sejauh radius 10-16 meter.
Lalu, bagaimana teknik pengendalian penyakit bulai pada jagung?
1.Pengaturan waktu tanam, yaitu mengkondisikan tanaman telah memasuki umur lebih dari 5 minggu saat masuk musim hujan atau masa peralihan.
2.Melakukan penanaman serempak, dengan tujuan agar tanaman jagung berada pada fase yang sama.
Langkah ini bertujuan agar perkembangan dan penyebaran sumber inokulumnya di lapangan dapat ditekan, dan tidak menyebar pada penanaman jagung berikutnya.
3.Melakukan pergiliran tanaman, dengan tanaman yang bukan inang Peronosclerospora maydis sehingga tidak tersedia media tumbuh jamur tersebut.
4.Perlakuan benih dengan fungisida, berbahan aktif belerang atau tembaga agar konidia yang terbawa oleh benih tidak tumbuh.
5.Melakukan pengamatan rutin, agar jika ada indikasi serangan dapat segera diambil tindakan sanitasi sehingga tidak sampai telat.
6.Melakukan sanitasi lahan, dengan mencabut lalu membakar tanaman yang telah terserang bulai agar tidak menyebar ke tanaman yang sehat.
7.Serta menggunakan varietas yang toleran, terhadap penyakit bulai sehingga resiko terkena penyakit bulai dapat dicegah sedini mungkin.