Desa Mandiri Energi – Akhir-akhir semakin banyak berita mengenai daerah yang mengalami kelangkaan LPG 3 kg atau biasa disebut gas melon.
Maka antrean panjang untuk mendapatkan LPG tak terelakkan lagi. Selain rumah tangga, para pedagang kecil khususnya benar-benar merasakan dampak dari kejadian ini.
Tak sedikit dari pedagang tersebut yang akhirnya terpaksa tak berjualan. Bahkan untuk sekedar memasak di rumah saja mereka kesulitan, sehingga tak sedikit yang akhirnya membeli makanan dari warung.
Tentu saja kondisi ini, justru akan menambah tingkat pengeluaran masyarakat. Terlebih banyak dari masyarakat yang akhirnya terpaksa membeli gas LPG non-subsidi yang harganya jauh lebih mahal.
Desa Urutsewu adalah Desa Mandiri Energi
Kondisi gas LPG langka, tidak berlaku bagi masyarakat Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
Tentu saja karena desa Urutsewu berpredikat sebagai Desa Mandiri Energi. Ya, desa Urutsewu mendapatkan juara satu sebagai desa mandiri energi dari Pemprov Jawa Tengah tahun 2020 lalu.
Energi apa yang bisa dihasilkan secara mandiri oleh desa Urutsewu ? Sumber energi masyarakat Urutsewu adalah biogas yang dihasilkan dari limbah kotoran sapi dan limbah tahu.
Tentu saja ini sejalan dengan prinsip pertanian terpadu (integrated farming) yaitu prinsip zero waste agriculture yang artinya pertanian nol limbah.
Jika di daerah lain, kotoran sapi dibiarkan terbuang, maka di desa Urutsewu kotoran sapi dimanfaatkan menjadi pupuk dan juga biogas.
Dengan biogas masyarakat tidak perlu beli gas
Dengan biogas, terdapat ratusan masyarakat desa Urutsewu yang mendapatkan manfaat dari limbah berupa energi biogas.
Untuk menghasilkan biogas kotoran sapi, tentu saja diperlukan hewan ternak sebagai penghasil utama kotoran sapi.
Prosesnya ternyata sederhana, kotoran ternak dari sapi dialirkan ke tangki pengolah gas atau dikenal dengan digester biogas. Setelah itu gas akan dialirkan ke dapur masing-masing masyarakat.
Digester letaknya terpendam di bawah kendang sapi, dimana 1 digester gas bisa dimanfaatkan untuk 6 rumah sekaligus.
Biogas yang dihasilkan masyarakat ternyata tidak hanya untuk kompor biogas untuk memasak, namun digunakan juga untuk menghidupkan genset untuk menyalakan lampu penerangan desa dan menggerakkan pompa air minum.
Sementara ampas dari digester akan langsung dialirkan ke sawah masyarakat, digunakan sebagai pupuk organik.