[Analisa] Dampak Menguatnya Dollar Terhadap Sektor Pertanian

Dampak Menguatnya Dollar Terhadap Pertanian – Apa kabar hari ini sobat BT? Semoga selalu sehat ya. Karena dengan kesehatan kita bisa beraktivitas, bisa jalan-jalan ke sawah sambil menikmati keindahan alam yang Tuhan ciptakan untuk kita semua.

Akhir-akhir ini media masih dipenuhi dengan pemberitaan melemahnya nilai kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika. Yap, melemahnya nilai kurs Rupiah kali ini dianggap banyak tokoh cukup mengkhawatirkan.

Walaupun pemerintah sendiri sangat opitimis dengan nilai kurs saat ini. Banyaknya pihak dan ekonom khawatir, lantaran berkaca pada krisis ekonomi 97-98, runtuhnya ekonomi Indonesia di saat klaim pondasi ekonomi Indonesia saat itu sangat kuat.

Sikap optimistis pemerintah memang baik, teutama agar membuat masyarakat tenang. Hal tersebut nampak pada penyataan Presiden Jokowi yakni “Urusan kurs ini hampir semua negara kena fenomena pasar global ‎yang semua negara juga mengalami. Semua negara juga sedang bergejolak” (via liputan6.com, 30/4/2018).

Ilustrasi kurs Dollar yang kian menguat dan Rupiah yang tumbang

Berdasarkan opini dari pihak pemerintah nilai kurs Dollar tak terlalu berpengaruh apa terhadap ekonomi Indonesia. Tapi benarkah demikian?. Benarkah bagi kita para petani, kenaikan Dollar dan melemahnya Rupiah tidak berpengaruh terhadap sektor pertanian?

Nah, pada posting kali ini akan kita cari benang merahnya, benarkah ada hubungan antara menguatnya Dollar Amerika dengan sektor ekonomi, khususnya sektor pertanian. Jika ada apa saja pengaruh dan dampaknya.

Bukan kita tak percaya pada pernyataan pemerintah, namun kita sebagai rakyat juga berhak tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa nilai Rupiah kita lemah, kenapa harga-harga input pertanian naik, harga kebutuhan pokok naik dan efek domino yang lain.

Ada beberapa fakta seputar nilai kurs Rupiah yang perlu kita ketahui :

Pertama, nilai kurs Dollar terhadap Rupiah, merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, jika Dollar yang menguat pasti rupiah yang melemah, atau sebaliknya.

Kedua, nilai satu Dollar Amerika terhadap Rupiah yakni 14.500, nilai yang cukup besar jika dibandingkan dengan mata uang negara lain di Asia. Berikut ini tablenya :

Nilai kurs 1 Dollar Amerika (diakses 14 juli 2018, source : id.exchane-rate.org)

Negara tetangga ASEAN

Singapura 1,36 Dollar Singapura
Brunei 1,51 Dollar Brunei
Malaysia 4,05 Ringgit Malaysia
Thailand 33,31 Baht Thailand
Filipina 53,53 Peso Filipina
Myanmar 1406,56 Kyat Myanmar
Kamboja 4051,95 Riel Kamboja
Laos 8431,95 Kip Laos
Indonesia 14379,99 Rupiah Indonesia
Vietnam 23045,00 Dong Vietnam
Baca Juga :  7 Cara Mendapatkan Modal Usahatani atau Bisnis Pertanian

Nah, kalo kita lihat data tabel di atas, dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yang statusnya sama-sama berkembang, nilai Rupiah menempati posisi ke-2 terbawah setelah Vietnam. Padahal soal sumberdaya alam kita lebih kaya dari mereka semua!

Belum lagi jika dibandingkan dengan negara Asia lain yang jauh lebih maju, nilai kurs terhadap Dollar-nya jauuuuuh lebih unggul dibandingkan dengan Rupiah.

Australia 1,34 Dollar Australia
Tiongkok (China) 6,69 Renminbi Tiongkok
Hongkong 7,84 Dollar Hongkong
Taiwan 30,58 Dollar Taiwan
India 68,49 Rupee India
Jepang 112,35 Yen Jepang
Korea Selatan 1130,13 Won Korea

Ketiga, penyebab melemahnya nilai Rupiah faktornya beragam antara lain : defisit neraca transaksi berjalan, utang publik, stabilitas soial politik.

Defisit neraca transaksi berjalan : Kondisi dimana pemasukan Dollar ke ekonomi Indonesia jumlahnya lebih kecil dibandingkan kebutuhan Dollar dalam negeri, hal ini disebabkan neraca transaksi berjalan, neraca perdagangan (lebih besar impor daripada ekspor), neraca traksaksi jasa mengalami defisit.

Utang publik : Jatuh tempo utang publik pemerintah atau BUMN berupa Surat Utang Negara (SUN) tentu membutuhkan Dollar untuk membayarnya, hal ini tentu menyebabkan defisit APBN. Di saat pemerintah mengalami defisit neraca perdagangan, eh APBN juga defisit sehingga memperburuk kondisi ekonomi.

Kondisi sosial politik : Banyak yang bertanya mengapa kondisi politik Indonesia berpengaruh terhadap kurs Rupiah terhadap Dollar? Pengaruhnya bersifat multiplier (efek berantai).

Kondisi politik Indonesia terutama menjelang PILPRES atau PILKADA dianggap berpengaruh karena fokus pemerintah dalam mengawal kebijakannya bisa hilang sama sekali.

Pemerintah atau penguasa lebih fokus bagaimana bisa kembali berkuasa, yap, dampaknya negara menjadi autopilot kebijakan ekonomi tak terurus, tak terkawal. Bahkan ada kekhawatiran dana pembangunan digunakan untuk kampanye!.

Menguatnya Dollar, bagaimana dampaknya terhadap sektor pertanian?

Dampak menguat Dollar dan melemahnya Rupiah bagi sektor pertanian memiliki dampak positif dan negatif, saya akan jabarkan secara mendetil sehingga anda bisa tahu dampak mana yang lebih dominan.

DAMPAK POSITIF

Sektor pertanian Indonesia memiliki banyak produk berkualitas, dikenal dan diekspor di banyak negara seperti teh, kakao, sawit, cengkeh, kopi dan lain-lain.

Contoh perhitungan dampak positif melemahnya Rupiah, misalnya nilai ekspor bawang merah Indonesia (7000 ton dengan harga 30.000/kg) adalah 21 juta USD saat 1 USD=10.000, maka jika nilai kurs Dollar saat ini 1 USD = 14,000, maka uang yang diperoleh dengan kapasitas ekspor yang sama menjadi =21 juta USD x 14.000/10.000 = 29,4 juta USD (uang yang diperoleh jauh lebih besar saat ekspor).

Pembayaran dari ekspor komoditas tadi berupa valas (valuta asing) dalam mata uang Dollar dikenal sebagai DEVISA. Kemudian devisa tersebut bisa digunakan untuk membiayai pembelian bahan baku dari luar negeri (impor), membayar hutang luar negeri atau untuk membiayai pembangunan di dalam negeri.

Baca Juga :  Kerjakan Apa Yang Anda Cintai Dan Cintai Apa Yang Anda Kerjakan

Hanya saja masalahnya ada pada nilai ekspor yang menurun, menyebabkan pendapatan devisa juga menurun. Di sisi lain, nilai impor justru mengalami kenaikan, akibatnya neraca perdagangan menjadi defisit.

Kondisi neraca perdagangan yang defisit akan menimbulkan efek domino (efek berantai), akan kita bahas di dampak negatif di bawah ini.

DAMPAK NEGATIF

Sektor pertanian (perkebunan, perikanan, peternakan), merupakan sektor yang paling banyak penduduk Indonesia bekerja di dalamnya. Sehingga apabila sektor pertanian ini terkena dampak dari melemahnya Rupiah, maka semua orang yang terlibat dalam bisnis sektor pertanian mulai dari hulu hingga ke hilir, akan merasakan dampaknya juga.

1. Defisitnya Neraca Perdagangan

Menguatnya Dollar atau melemahnya Rupiah, menyebabkan harga impor bahan baku (yang dibeli dengan Dollar) akan mengalami kenaikan karena terjadi inflasi. Hal ini disebabkan untuk mendapatkan Dollar dibutuhkan Rupiah yang lebih banyak dari nilai sebelumnya.

Biar anda gak bingung, saya beri contoh biar mudah memahaminya. Contoh impor kedelai sebagai bahan baku industri tahu dan tempe di dalam negeri.

Diketahui kapasitas impor kedelai Indonesia dari Amerika Serikat tahun 2017 sebesar 2,5 juta ton dengan harga kedelai dunia 7000/kg (nilai kurs 2017 misal 1 USD = 10.000).

Berapa nilai impor saat 1 USD= 14.000 ??

Nilai impor saat 1 USD = 10.000, adalah

=2.500.000 ton x 7000/kg

=2.500.000.000 kg x 7000/kg

=17.500.000.000.000

=17,5 Trilyun rupiah

Maka untuk membayar 2,5 juta ton dengan harga 7000/kg

  • Saat 1 USD = 10.000, dibutuhkan valas senilai = 17,5 Trilyun Rupiah/ 10.000 = 1,75 Milyar Dollar
  • Saat 1 USD = 14.000, dibutuhkan valas = 1,75 Milyar Dollar x 14.000/10.000 = 2,45 Milyar Dollar

Kesimpulan :

Dengan menguatnya Dollar atau melemahnya Rupiah dari 10.000 menjadi 14.000 per 1 USD, dampaknya saat impor kedelai jumlah dan harga yang sama, Dollar yang dibutuhkan lebih besar, terjadi selisih sebesar =2,45 Milyar Dollar – 1,75 Milyar Dollar = 0,7 Milyar Dollar atau senilai 7 Trilyun Rupiah.

Atau dengan kata lain saat 1 USD= 14.000, dengan uang 17,5 Trilyun Rupiah (1,75 Milyar Dollar) hanya diperoleh 1,7 juta ton kedelai (harga sama), sehingga bisa disimpulkan harga kedelai jadi lebih mahal (terjadi inflasi).

Nilai uang 7 Trilyun Rupiah bukanlah jumlah yang kecil, bayangkan jika itu digunakan untuk pendidikan berapa ribu sekolah yang bisa dibangun? Berapa juta meter saluran irigasi baru yang bisa dibangun? Pasti sangat banyak sekali..!

2. Meningkatnya Biaya Operasional

Dari segi operasional usahatani, melemahnya Rupiah berdampak terhadap naiknya biaya-biaya terutama yang berhubungan dengan biaya input produksi yang didatangkan dari luar negeri alias impor.

Mulai dari benih, pestisida, mesin pertanian, pupuk sebagian besar bahan bakunya di impor dari negara lain. Nilainya pun fantastis sekali.

Melemahnya Rupiah, seperti yang sudah kita bahas pada contoh saat impor kedelai menimbulkan inflasi harga. Nantinya harga tempe tahu dan produk turunannya dipastikan juga naik!!!

Baca Juga :  5 Jenis Usaha Perikanan Di Indonesia

Naiknya biaya input produksi menjadi beban petani, padahal belum ada jaminan harga yang bagus saat panen serta tidak adanya perlindungan dari pemerintah dari serangan produk impor.

3. Naiknya Harga Sembako atau Kebutuhan Pokok

Salah satu faktor pemicu naiknya harga kebutuhan pokok naik adalah akibat dari naiknya harga bahan bakar minyak. Tidak hanya kebutuhan pokok saja yang naik tapi menimbulkan kenaikan harga pada tarif dasar listrik.

Perlu diketahui bahwa bahan bakar bakar minyak berupa minyak mentah, saat ini kebutuhannya sebagian besar impor dari negara Arab. Kebutuhan minyak Indonesia sebasar 1,5 juta barel, namun produksi dalam negeri hanya 800 ribu barel per hari.

Saat ini hampir semua bisnis dan usaha, tak lepas dari peran transportasi yang tentunya memerlukan bahan bakar minyak. Naiknya bahan bakar minyak akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga produk.

Naiknya harga produk di saat ekonomi sedang lesu tentu menurunkan daya beli masyarakat, masyarakat tentu lebih memilih menyimpan uangnya di Bank atau di bawah kasurnya.

Efek berantai terus berlanjut, turunnya daya beli masyarakat menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi terhenti, perputaran uang juga terhenti. Sektor dan usaha riel yang terhenti memaksa pabrik melakukan efisiensi biaya salah satunya biaya tenaga kerja melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) atau program pensiun dini.

Begitu panjang dan besar dampak akibat pelemahan mata uang suatu negara. Sejarah pernah mencatat pelemahan Rupiah tahun 97-98 hingga 1 USD=19.000 menyebabkan pertumbuhan ekonomi -13%, PHK terjadi dimana-mana..!!!

Oleh karena itu, salah satu upaya agar Rupiah menguat adalah meningkatkan produksi dalam negeri sehingga ekspor pun meningkat. Mengurangi nilai impor, dengan cara memproduksi di dalam negeri seperti singkong dan garam jangan sampai lah itu impor, pasti ada salah kalo impor!!!

Sebagai negara maritim dan agraris, Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap impor produk pertanian dan perikanan. Karena sangat menyedihkan menyandang status negara agraris dan maritim tapi hobi impor, yang lebih menyesakkan lagi impor terjadi saat dalam negeri terjadi surplus..!!!

Komoditas yang selama ini kita impor seperti bawang putih, beras, kedelai, harus bisa diproduksi di dalam negeri agar tidak terjadi aliran uang keluar negeri terus-menerus, apalagi nilainya yang sangat besar (trilyunan).

Banyak yang tak tahu kalau jika aliran uang ke luar negeri terus menerus dalam jumlah yang sangat besar inilah yang akan mengakibatkan mata uang Rupiah bisa hancur sebagaimana pengalaman krisis moneter 97-98.

Tentu tak ada yang mau ini terjadi lagi bukan?, tentu tidak…! Jadi, mulai sekarang gunakan produk dalam negeri (buah dan sayur lokal, benih produksi dalam negeri dan semua hal yang diproduksi oleh bangsa ini).

Ingat pesan Bung Karno, “JAS MERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah)!!!”

Semoga bermanfaat…!

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *